Monday, 9 April 2012

Berkarya melalui kaligrafi Islam

Perkembangan kaligrafi di kabupaten berau terus menampakkan hasil. kompetisi semakin kian ketat dari tahun ke tahun. meskipun kadang perlu disadari bahwa jika kondisi ini ingin tetap bertahan maka perlu mendapatkan pembinaan yang kontinu.  Pembinaan itu sendiri tidak bisa dengan berharap pada sebuah lembaga pembinaan, akan tetapi binalah diri anda sendiri dalam setiap harinya untuk menulis, minimal menjiplak karya, sehingga kalian menjadi kaligrafer yang kreatif.
Lembaga Kaligrafi At-Tajdid berusaha menjadi inspirator bagi pada khattat dan khattatah agar selalu berkarya dan menuangkan ide kretif para kaligrafer di tanah air meskipun saat ini hanya melalui media jaringan sosial seperti FB, atau melalui blog dengan segala keterbatasan yang dimiliki. Memang sangat melelahkan, tapi berkat pesan dan kekuatan moril yang telah tertanam melalui bapak kaligrafer dunia yang bernama Drs. Didin Sirajuddin, AR, M.Ag, maka bambang winaryadi bersama kawan-kawan tidak pernah bosan untuk mengingatkan kaligrafer muda untuk terus dan terus berkaya, tidak bosan dengan hasil yang saat ini sudah mereka capai.
Teruslah berlatih, MTQ jangan dijadikan ajang cari popularitas, karena sesungguhnya jika perasaan itu tertanam di dalam hati kaligrafer muda saat ini, saya khawatir akan justru membuat kalian lupa diri.Tetaplah rendah hati dan saling berbagi antar sesama.

KARYA PARA PESERTA MUSHAF DAN DEKORASI
MTQ KE 45 KABUPATEN BERAU TAHUN 2012 

















Sunday, 11 April 2010

Hasil MTQ Cabang Dekorasi 2010

Hasil MTQ Tingkat Kabupaten Berau ke 43 di kecamatan Sambaliung, Kabupaten Berau, Propinsi Kalimantan Timur.

Saturday, 8 August 2009

Color Theory and Art Movements

By Murtaza Habib Color is more often than not part of a drawing, painting or a picture. There are no standard or fixed rules on how to apply color theory. Monet and Matisse are artists that used colors well. Their paintings remain to be one of the most visited pieces in art galleries and museums. Artists use color in different ways. Some use color as an alternative method in contrast to the geometric perspective system in art. Unlike lines, colors can easily evoke emotions, and it allows people to be more responsive to the picture. For some, their theory involves creating pictures without using lines and curves. Using colors alone is enough to make a picture and convey a message. Impressionists use color and light to create shapes and images. Impressionists never use black. Instead, for making shadows or darker portions of the painting, colors are mixed and contrasted to create the effect of shadows. Impressionists saw life as beautiful and joyful. Paintings were created by brush strokes and colors that delineate shapes. Painting took a long time than looking at the painting. Georges Seurat executed the color theory in another way. He did pointillism. The picture was made up of millions of dots of different colors. When one would take a close look at the painting, all one can see are colored dots but once one would take a few steps back, an image would be formed. For him, the human eyes fill in the gaps in the image. The brain mixes these colors and is 'tricked' into creating an image. Cubism shows an object in more than two perspective or different angles of the same object can be seen in one picture. Cubist artists in the analytical branch of cubism minimized their use of color and concentrated on lines and geometry. Synthetic cubism involves a more interesting execution of the colors. A lot of color was used by artists like Juan Gris, Picasso and Braque. There is an interesting mix between geometry and unusual use of colors. With synthetic cubism, it's difficult to reconstruct pictures. Van Gogh and Edvard Munch creations are all parts of the expressionist movement. Unlike impressionists, the expressionists' color theory involved shadows, shade, darkness and night. Alienation and nightmares were a common theme. Their paintings show the darker side of life and an individuals feeling of fear and loneliness. Art movements use different techniques and underlying philosophies. A movement in art that took it in a totally different level is surrealism. Everything is distorted. It is different thing that people see in real life, instead, it is most likely to know what something somebody sees in their dreams. Shapes, colors, objects are presented in a different and unusual way. Objects are placed in the picture in the most unusual way and colors do not follow the normal color scheme. Surrealist art looks illogical and impossible. Scenes are unnatural and sometimes bizarre. Theories sometimes touch on the age old debate of do lines separate colors or do colors make the lines? In these different movements, color is used in different ways and sometimes can advocate for one or the other side in the debate. Artists of today will continue to showcase and find different ways of executing color theory. To take a look at more articles just like this one, click here: Fabric Painting You will be taken to the registration page where you give your name and email address and you receive every 4 articles on canvas, oil, watercolor painting and pencil, cartoon drawing. 'Murtaza Habib' has helped hundreds of newbies to start their painting courses, now you can do it too...

Ragam Gaya, Kaidah Goresan, dan Kriteria (bagian 1)

By Yusuf Firdaus

Menurut Ibnu Muqlah, dikutip dari buku ‘Seni Kaligrafi Islam’ karangan Drs. H.D. Sirojuddin AR M.Ag, bahwa bentuk kaligrafi al-Quran barulah dianggap benar jika memenuhi lima kriteria sebagai berikut:

1. Tawfiyah (tepat), yaitu huruf harus mendapatkan usapan goresan sesuai dengan bagiannya secara utuh, baik lengkungan, kejuran, dan bengkokan.

2. Itmam (tuntas), yaitu setiap huruf harus diberikan ukuran yang utuh, baik panjang, pendek, tebal dan tipis.

3. Ikmal (sempurna), yaitu setiap usapan goresan harus sesuai dengan kecantikan bentuk yang wajar, baik gaya tegak, terlentang, memutar dan melengkung.

4. Isyba’ (padat), yaitu setiap usapan goresan harus mendapat sentuhan pas dari mata pena (nib pen) sehingga terbentuk keserasian. Dengan demikian tidak akan terjadi ketimpangan, satu bagian tampak terlalu tipis atau kelewat tebal dari bagian lainnya, kecuali pada wilayah-wilayah sentuhan yang menghendaki demikian.

5. Irsal (lancar),yaitu menggoreskan kalam secara cepat dan tepat, tidak tersandung atau tertahan sehingga menyusahkan, atau mogok di pertengahan goresan sehingga menimbulkan getaran tangan yang pada akhirnya merusak tulisan yang sedang digoreskan.

Lebih lanjut, Ibnu Muqlah merumuskan semua potongan huruf dalam standar huruf alif yang digoreskan dalam bentuk vertikal, dengan ukuran sejumlah khusus titik belah ketupat yang ditemuka mulai dari atas hingga kebawah (‘amadiyyan, vertex to vertex), dan jumlah titik tersebut pusparagam sesuai dengan bentuknya, dari lima sampai tujuh titik. Standar lingkaran memiliki radius atau jarak yang sama dengan alif. Kedua standar alif dan lingkaran terebut digunakan juga sebagai dasar bentuk pengukuran atau geometri. Inilah yang disebut dengan rumusan atau kaligrafi berstandar (al-khat al-mansub) sesuai dengan kaidah yang baku dan menjadi standarisasi pedoman penulisan kaligrafi murni.

Penguasaan atas rumusan ini butuh waktu adaptasi yang cukup lama. Oleh karenanya, ketekunan untuk selalu coba dan mencoba walau kesalahan kerap kali ditemukan merupakan dinamika penguasaan khat. Usaha ini harus terus dilakukan sehingga bisa teradaptasi langsung, baik bayangan bentuk rumus, bentuk huruf, titik, skala garis, dan sebagainya. Coba perhatikan gambar berikut ini.

Adapun tata letak yang baik (husn al-wad’i), menurut Ibnu Muqlah menghendaki perbaikan empat hal, antara lain:

1. Tarsîf (rapat dan teratur), yaitu tepatnya sambungan satu huruf dengan yang lainnya. Coba perhatikan contoh berikut ini

Contoh gaya khat sulus diatas disusun dengan kerapatan yang teratur, seimbang jarak antar huruf, sesuai dengan ukuran kaidah baku yang dijadikan standarisasi penulisan resmi.

Wednesday, 5 August 2009

Seniman kaligrafi Terakhir

a Novel by Yasmine Ghata, reviewed by Yusuf Firdaus

“KEMATIANKU selembut pucuk pandan air yang dicelupkan ke dalam tempat tinta, lebih cepat daripada tinta yang diserap kertas". Demikianlah kata Rikkat, seniman kaligrafi Utsmani, dengan suara mengalun antara kegelapan dan cahaya ketika ia mulai menulis kisah hidupnya.
Di tahun 1923, sebagai seorang gadis remaja ia sudah tahu bahwa tak sesuatu pun dapat memalingkannya dari seni kaligrafi. Namun, pada tahun yang sama, Republik Turki memutuskan hubungan dengan Islam dan secara berangsur-angsur menghapuskan bahasa dan tulisan Arab, lalu menggantinya dengan versi abjad Latin yang telah disesuaikan. Sebagai hamba Allah dan pelayan Sultan, para “juru tulis” dipecat dan sekolah-sekolah mereka diterlantarkan. Di salah satu sekolah itu, si empu kaligrafi tua, Selim, bertemu dengan Rikkat, gadis yang bertugas menyediakan kertas dan kalam tajam kepada para seniman tua yang diremehkan oleh rezim baru itu. Peristiwa bunuh diri Selim mengukir kesepakatan abadi antara sang murid dan seni kaligrafi. Sebelum meninggal, Selim telah mewariskan kotak pena dan tinta emasnya kepada Rikkat, dan ia akan memberikannya lebih banyak lagi selama kunjungan-kunjungannya yang lucu dari balik liang kubur. Namun, kecintaannya pada kaligrafi menguasai Rikkat dan sekaligus merampas nyaris segala yang dimilikinya: kehidupan sebagai istri dan ibu hanyalah serangkaian perpisahan dan penelantaran. Perasaannya senantiasa dicurahkan ke dalam kegiatan menulis, seraya menyusupkan emosi ke dalam hiasan huruf-huruf, sehingga menjadikan seni abadi itu lebih manusiawi dan modern. Dengan meramu dunia seni kaligrafi yang kurang dikenal, wilayah yang serba aneh dan mistis, dengan Turki kontemporer yang terbuka akan pengaruh asing (Barat), Yasmine Ghata menulis sebuah roman yang indah sekaligus klasik dan penuh ilham berdasarkan kisah nyata yang menggugah. YASMINE GHATA adalah pengarang keturunan Turki yang lahir di Prancis pada tahun 1975. Ia belajar Sejarah Kesenian Islam sebelum bekerja sebagai pakar seni. Tokoh Rikkat dalam novel ini tak lain adalah neneknya sendiri. Review ini memberikan gambaran tentang lika-liku eksistensi kaligrafi dalam kancah politik Turki, dengan cara mengeksekusi perkembangan seni dan budaya Kaligrafi Islam yang pada akhirnya gaung Kaligrafi Islam kurang mendapat tempat di hati setiap muslim. Tidak seperti seni rupa lainnya. Aspek psikologi dan metafisik seni kaligrafi hanya mengalir dalam nafas orang yang berfikir secara filosofis.

borneo-calligraphy © 2008 Por *Templates para Você*